Kebiasaan Buruk Seorang Guru

Tugas : H-12
Judul : Kebiasaan Buruk Seorang Guru
Penulis : Ilham
Tanggal : 12 Februari 2023

Lembaga pendidikan seperti sekolah atau madrasah yang memiliki perangkat yang terikat dalam satu sistim mulai dari pimpinan yayasan, kepala sekolah, Tenaga Administrasi, Tenaga pendidik, penjaga sekolah, dan yang terakhir adalah peserta didik yang merupakan unsur yang paling bawah. (Ada Yang Negeri dan Swasta)

Selama ini yang selalu muncul di benak para guru bahwa peserta didik yang sangat sukar di bentuk, apalagi jika peserta didik tersebut sudah dianggap sebagai anak yang nakal dan sebagainya maka dalam diri seorang guru, semacam stempel yang susah untuk di rubah.

Peserta didik itu tidak hanya belajar secara totalitas dari gurunya akan tetapi peserta didik juga menilai gurunya apa yang diperbuatnya dalam kelas, mulai dari ketika guru itu masuk kelas hingga keluar kelas lagi.

Seorang guru harus menubuhkan dari dalam dirinya energi positif sehingga dapat menunjang proses pembelajaran yang baik dalam kelas, sehingga energi positif tadi dapat menghindarkan diri guru dari kebiasaan buruk yang dapat efektifitas proses pembelajaran.

Bagi seorang guru kepribadian sangat menentukan sukses tidaknya proses pembelajaran di dalam kelas, karena peserta didik itu juga sangat melihat dan mencontohi kepribadian serta perkataan gurunya. Sangat tepatlah kita sering dengar pribahasa yang mengatakan bahwa " Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari."

Apa-apa saja kebiasaan buruk seorang guru? baik penulis mencoba menguraikan dalam tulisan ini.
Yang PERTAMA Guru Sering Tinggalkan Kelas.
Diketahui bahwa kelas itu adalah tempat kerjanya seorang guru, ia mengelola kelas tersebut sampai ia melakukan tugas utamanya sebagai pengajar, pembimbing, pendidik dan pelatih sehingga terjadi interaksi antara guru dan peserta didik.
Kenyataannya sering kita jumpai masih terdapat kelas kosong saat jam pembelajaran berlangsung disebabkan guru meninggalkan kelas, entah itu ada pekerjaan lain ataukah mendapatkan tugas dari pimpinan, bahkan macam-macam alasannya. Sebagai guru setidaknya dapat mengatur atau paling tidak memberikan tugas sehingga tugas tersebut dapat di tindaklanjuti kelak.

Ketika guru sering-sering meninggalkan kelas akan tidak menutup kemungkinan mengalami kesulitan untuk menciptakan aktivitas proses pembelajaran, sehingga akan menimbulkan dampak yang negatif terhadap diri guru itu sendiri, akibatnya akan timbul pada diri peserta didik sikap tidak mempercayai dan dihargai oleh peserta didik, secara otomatis akan sukar menahkodai kelas secara efektif.

Yang KEDUA Kurang Menghargai Peserta Didik.
Kebiasaan buruk yang lain guru adalah seringnya tidak menghargai peserta didik dikarenakan guru merasa orang yang paling pintar dalam kelas, padahal sesungguhnya peserta didik itu adalah manusia yang juga memiliki harga diri dan perlu di hormati. Sering menjumpai seorang guru yang selalu memarahi dan bahkan membentak peserta didik nya dalam kelas.

Peserta didik memang sering melakukan kesalahan, dan memang perlu untuk ditegur, namun cara menegurnya harus sesuai  memperhatikan juga perasaannya, karena peserta didik juga memiliki perasaan dan perasaan itu sering tersinggung, serta bahkan dalam diri mereka akan tertanam rasa marah dan benci.

Banyak contoh yang dapat kita lihat kalau guru itu kurang menghargai peserta didik, seperti halnya guru itu memberikan tugas pada peserta didik namun seorang guru tidak mau memeriksa hasil pekerjaan tugas yang diberikan, padahal peserta didik sudah berupaya secara maksimal untuk mengerjakan namun sia-sia karena guru tersebut tidak memeriksanya.

Seorang guru tidak perlu merasa takut atau rendah diri dengan pribahasa bahwa DENGAN MENGHORMATI SISWA, WIBAWA KITA AKAN TURUN. Sesungguhnya pribahasa ini menurut penulis sungguh keliru, mengapa demikian karena peserta didik yang diajar adalah juga manusia sama seperti kita, dengan demikian jika kita menghormati orang lain, maka kitapun akan dihormati.

Yang KETIGA Adanya Pilih Kasih
Peserta didik juga sering mengeluhkan dengan adanya guru yang tidak adil dalam hal ini adalah masalah pilih kasih. Suatu ketika penulis sebagai guru jaga di madrasah dan tugas guru jaga adalah mengontrol proses pembelajaran di kelas (salah satu tugas) menelusuri setiap kelas sampai di kantin dan di sana ada peserta didik yang sedang berbincang-bincang, sebagai guru jaga mendekati peserta didik tersebut dan menanyakannya apa yang dibicarakan, serta menyapa kenapa tidak masuk kelas. Seketika ada jawaban dari peserta didik saya pak mau curhat sedikit, maka penulis mendengarkan. Dalam curhatannya menyampaikan bahwa ada guru yang pilih kasih hanya teman2 yang pintar yang diperhatikan sementara teman-teman yang tidak pintar tidak diperhatikan karena tidak dekat dengan guru tersebut.

Tindakan pilih kasih serta sikap dalam perhatian dan memberikan nilai pada peserta didik merupakan contoh yang buruk, pasti peserta didik tersebut tidak merasa nyaman di dalam kelas. Sehubungan dengan hal tersebut, guru seharusnya dapat berlaku adil terhadap peserta didik. Guru harus mampu membagi perhatian yang sama pada peserta didik. Begitu juga pada saat pemberian nilai harus secara objektif, jujur serta dapat menggambarkan prestasinya.

Yang KEEMPAT Kurang disiplin.
Wilayah kesatuan Republik Indonesia memiliki perbedaan waktu yang terdiri dari Waktu Indonesia Barat (WIB), Waktu Indonesia Timur (WIT), dan waktu Indonesia Tengah (WITA). Dengan adanya perbedaan waktu tersebut maka lembaga pendidikan yang di seluruh Indonesia juga menggunakan waktu yang sesuai dengan wilayah masing-masing.

Coba kita intropeksi diri sebagai guru, dan bertanya dalam diri sendiri, apakah selalu tepat waktu masuk dalam kelas, contoh kasus jika di sekolah/madrasah masuknya pukul 07.00 dan datangnya pukul 07.15, sementara waktu pulang peserta didik 13.50, karena terlambat masuk kelas akhirnya menahan peserta didik. Sikap guru seperti ini akan sulit untuk menjadi teladan bagi peserta didik.

Sesungguhnya peserta didik itu sangat merindukan adanya guru yang disiplin waktu mengajar, datangnya, istirahat serta tepat waktu pulangnya. Olehnya itu perlu digalakkan kedisiplinan pada diri guru, sesungguhnya orang yang disiplin akan menjadi  sukses, begitu pula sebaliknya.

Ke LIMA adalah Materialistis.
Setiap tahunnya pada pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) pada sekolah atau madrasah panitianya berupaya untuk memperkenalkan agar calon peserta didik yang masuk lebih banyak dari tahun sebelumnya.

Pada kota-kota besar khususnya peserta didik itu berupaya masuk ke sekolah-sekolah unggulan dan terjadi peserta didik di setiap kelas melebihi kapasitas yang ada, ini yang biasa menjadi perhatian guru dalam proses pembelajaran. Dengan alasan ini sifat materialistis guru muncul untuk memanfaatkan keadaan, sehingga peserta didik itu menjadi objek bisnis kecil-kecilan.

Karena guru selalu memanfaatkan peserta didik sebagai objek maka muncullah istilah "guru jualan dalam kelas" dengan berbagai alasan sehingga lembar kerja siswa (LKS) atau FotoCopy buku cetak yang digandakan oleh guru guna diperjualbelikan pada peserta didik, biasanya jika peserta didik tidak menuruti maka akan berimbas pada nilai peserta didik.

Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi, guru harus memberikan kebebasan pada peserta didik sesuai dengan kemampuannya. Dan seharusnya guru dapat membuat lembar kerja siswa sendiri untuk peserta didiknya, tapi jangan menjual dalam kelas. Kalaupun ini hanya sebatas pada guru tertentu tapi ini menandakan bahwa guru memiliki sifat materialistis dan ini merupakan sifat buruk guru.

Menjadi guru adalah pekerjaan yang sangat mulia akan tetapi jangan sampai hanya karena perbuatan yang buruk akan merusak  nama guru itu menjadi tidak baik, olehnya itu berusaha menghindari perbuatan-perbuatan tersebut.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengatasi Write's Blok

BULLYING